PENDAHULUAN
A. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud IAD atau Sains?
2. Apakah hubungan IAD atau sains dengan Kehidupan manusia?
3. Bagaimanakah Pekembangan serta dampak IAD atau sains bagi kehidupan Manusia?
C. Tujuan
1. Untuk memahami arti IAD atau sains
2. Untuk mengerti hubungan antara IAD dan manusia
3. Untuk mengerti perkembangan dan dampak IAD bagi kehidupan manusia
BAB I
PEMBAHASAN
A. IAD atau Sains
A.1 .Pengertian IAD atau Sains
Sains merupakan salah satu kajian ilmu yang mempelajari gejala-gejala kealaman. Sebagai proses, Sains merupakan cara kerja yang sistematis dan komprehensif dengan menggunakan metode ilmiah yang yang meliputi pengamatan, membuat hipotesis, merancang dan melakukan percobaan, mengukur dan proses-proses pemahaman kealaman lainnya. Sebagai produk kajian sains menghasilkan teori, hukum, potsulat, kaidah-kaidah, dan sebagainya. Sebagai sikap kajian sains menghasilkan sikap menghargai, menghormati, merasakan, menimbulkan keingintahuan, dan sebagainya.
Secara umum proses sains terdiri dari memecahkan masalah, merencanakan percobaan, mengumpulkan data, melaporkan dan mengolah data, menafsirkan data, dan mengkomunikasikan hasil dan kesimpulan. Langkah-langkah yang dilakukan pada proses sains disebut metode ilmiah atau proses ilmiah.
Definisi mengenai sains menurut Sardar (1987, 161) adalah sarana pemecahan masalah mendasar dari setiap peradaban. Tanpa sains, lanjut Sardar (1987, 161) suatu peradaban tidak dapat mempertahankan struktur-struktur politik dan sosialnya atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar rakyat dan budayanya. Sebagai perwujudan eksternal suatu epistemologi, sains membentuk lingkungan fisik, intelektual dan budaya serta memajukan cara produksi ekonomis yang dipilih oleh suatu peradaban. Pendeknya, sains, jelas Sardar (1987, 161) adalah sarana yang pada akhirnya mencetak suatu peradaban, dia merupakan ungkapan fisik dari pandangan dunianya. Sedangkan rekayasa, menurut Djoyohadikusumo (1994, 222) menyangkut hal pengetahuan objektif (tentang ruang, materi, energi) yang diterapkan di bidang perancangan (termasuk mengenai peralatan teknisnya). Dengan kata lain, teknologi mencakup teknik dan peralatan untuk menyelenggarakan rancangan yang didasarkan atas hasil sains.
Seringkali diadakan pemisahan, bahkan pertentangan antara sains dan penelitian ilmiah yang bersifat mendasar (basic science and fundamental) di satu pihak dan di pihak lain sains terapan dan penelitian terapan (applied science and applied research). Namun, satu sama lain sebenarnya harus dilihat sebagai dua jalur yang bersifat komplementer yang saling melengkapi, bahkan sebagai bejana berhubungan. Dapat dibedakan, akan tetapi tidak boleh dipisahkan satu dari yang lainnya.(Djoyohadikusumo 1994, 223)
Walaupun sains pada dasarnya bertujuan untuk mengumpulkan berbagai pengetahuan tentang dunia sekitar, pada kenyataannya sains tidak dapat berada dalam lingkup sosial yang kosong. Karenanya sains tidak dapat dipisahkan dari upaya-upaya umat manusia, sains tidak dapat dibahas tanpa mengacu baik secara sekilas maupun langsung pada sejumlah persoalan sosial, politik, agama dan filsafat. Akibatnya, materi pelajaran sains yang diajarkan di sekolah pun haruslah dihubungkan dengan lingkungan sosial dimana sains tersebut berkembang dan digunakan. Ketika ilmuwan dikatakan bahwa mereka harus bertanggung jawab terhadap dampak sains pada masyarakat luas, wajah sains yang berhubungan dan mempunyai dampak langsung (baik positif maupun negatif) tersebut biasanya adalah bentuk aplikasi dari sains yaitu teknologi. Definisi yang luas tentang teknologi adalah segala aspek dari aktivitas teknis manusia, tidak hanya yang menghasilkan produk dari pabrik namun juga akumulasi pengetahuan teknis dan berbagai teknik spesifik yang digunakan. Terdapat dua syarat aplikasi sains yang berbentuk teknologi yang layak, pertama adalah harus rasional (suatu kaidah yang berasal dari sains) dan kedua adalah harus efisien, yaitu dalam hal penggunaan waktu, tenaga dan biaya.
B. IAD atau sains dan Kehidupan Manusia
Perkembangan sains atau IAD yang semakin canggih dan pesat dewasa ini, sejatinya harus berbanding lurus dengan kualitas sumber daya manusia (SDM). Sebab sains lahir dari kaum ilmuwan yang akhirnya berpengaruh pada kemajuan IAD. Kendati dalam perkembangannya, adakalanya IAD memicu adanya perkembangan sains. Kedua-duanya mempunyai hubungan-ikat yang sangat erat dan saling menguntungkan.
Dalam konteks di atas, hubungan antara sains, IAD, dan masyarakat menjadi penting, sebab seperti kita ketahui, IAD lahir karena adanya kebutuhan manusia untuk mempermudah segala aktivitas dan kegiatannya. Contohnya, manusia menciptakan televisi untuk memperoleh wawasan, pengetahuan dan informasi seanyak mungkin. Manusia juga membuat telepon, alat-alat transportasi dan beragam produk kemudahan dalam berinteraksi antarsesama. Akan tetapi, bukan berarti kecanggihan sains itu melulu mendatangkan kemanfaatan dan dampak positif saja. Tak sedikit yang justru merugikan manusia jika tidak digunakan dengan tepat. Sekadar ilustrasi, reaksi nuklir amat berguna dalam produksi isotop, yaitu untuk berbagai keperluan baik di bidang kesehatan maupun pertanian, juga dapat difungsikan sebagai pembangkit tenaga listrik. Namun, reaksi nuklir tersebut dapat pula dipakai sebagai senjata pemusnah masal, seperti yang terjadi di Hirosima dan Nagasaki. Oleh karena itu, di sini diperlukan kesiapan pengguna sains untuk memahami serta mengaplikasikan aneka produk sains dengan baik dan benar, agar fungsi dari adanya sains, yakni membantu kehidupan manusia, dapat tercapai. Kesiapan yang dibutuhkan para pemakai sains ialah kesiapan pengethuan tentang produk tenologi maupun kesiapan mental untuk tidak menggunakan produk-produk sains yang mengakibatkan dampak negatif dan merugikan masyarakat.
Berbicara mengenai sains, tentu saja tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial budaya yang melingkupi kelahirannya. Semua kajian keilmuan modern, ilmu sosial atau alam, berasal dari Amerika Utara dan Eropa Barat pada awal perkembangannya. Ilmu pengetahuan modern, para awal kelahirannya, menjadi bersifat “euro-sentris”.
Menjadi seperti itu karena pengaruh para filosof Eropa modern seperti Rene Descartes, sangat dominan pada seluruh bangunan fisikanya Isaac Newton dan kimianya Lavosier. Keadaan menjadi seperti ini, dimana Amerika Utara dan Eropa Barat memegang hegemoni atas perkembangan sains dan teknologi (sainstek), karena di bagian dunia yang lain seperti China, Timur Tengah dan India, terjadi stagnasi besar-besaran di bidang sosial kebudayaan. Sebetulnya, kebudayaan China, Timur Tengah dan India pada waktu itu sempat lebih maju dari barat. Namun karena serangkaian perang saudara dan perebutan kekuasaan atau coup d’etat di China, Timur Tengah dan India akhirnya negara barat mampu menyalip mereka.
B.1 Pergeseran Paradigma
Kita tidak mungkin mengabaikan, sumbangan seorang Isaac Newton dan Antoine Lavosier terhadap peradaban dunia. Tanpa kedua tokoh ini, ilmu fisika dan ilmu kimia tidak akan pernah ada. Dengan fisikanya Newton umat manusia bisa mendaratkan astronot di bulan, dan dengan kimianya Lavosier berbagai obat-obatan seperti penisilin dapat ditemukan. Namun akhirnya harus disadari bahwa perkembangan sains tidaklah bebas nilai. Menurut Thomas Kuhn, selalu terjadi apa yang disebut “pergeseran paradigma” sebelum akhirnya suatu teori diterima sebagai suatu hukum. Dalam konteks ini, akhirnya negara barat menggunakan sains-tek untuk menjalankan politik kolonialisme dan imperialismenya. Negara barat menyewa para ilmuwan untuk menjadi corong politik imperialis mereka. Di sini politik hegemoni bermain.
Sejak awal tarikh masehi, bangsa China telah menemukan mesiu. Namun sejauh mungkin China hanya menggunakan mesiu untuk hiburan atau hal-hal lain yang bersifat damai. Mereka berusaha keras agar mesiu tidak digunakan sebagai senjata. Sebagai contoh, sewaktu Cheng Ho, panglima angkatan laut China, melakukan pelayaran keliling dunia pada sekitar tahun 1400an, dia hanya membawa senjata ringan untuk pasukannya. Senjata berat yang berbasis mesiu tidak dibawa.
Namun sewaktu mesiu sampai di barat, perubahan besar terjadi. Mesiu dimodifikasi oleh para ilmuwan untuk digunakan sebagai senjata utama untuk menggantikan busur dan panah. Sekitar tahun 1500an, senapan tipe “musket” dan meriam telah menjadi jamak digunakan. Musket dan meriam inilah yang digunakan para imperialis eropa untuk membantai bangsa Indian beserta produk budayanya di dunia baru yang diklaim sebagai milik mereka (Kasus penemuan benua Amerika oleh Colombus yang diikuti oleh kolonialisasi besar-besaran oleh bangsa2 Eropa barat).
Selama sekian ratus tahun musket dan meriam digunakan untuk berperang dalam konflik-konflik besar yang melibatkan orang Eropa, contohnya para perang 30 tahun di Jerman (1618-1648), perang suksesi Spanyol (1703-1714), perang kemerdekaan Amerika (1776-1781), dan tentu saja perang Napoleon (1804-1815). Tidak terhitung berapa juta manusia yang meninggal, cacat, atau kehilangan tempat tinggal akibat konflik yang menggunakan musket dan meriam ini. Pada akhir abad ke 19, perkembangan dalam dunia militer menjorok ke arah yang lebih jauh lagi. Richard Gatling dari Amerika Serikat menemukan senapan mesin, yang tentunya bisa digunakan untuk membunuh orang lebih banyak lagi, dan senapan tipe musket berhasil dimodifikasi menjadi tipe rifle yang lebih mudah digunakan. Dan Inggris pun berhasil menemukan tank pada awal abad ke 20. Pesawat tempur dan kapal selam pun mulai intensif digunakan.
B.2 Modifikasi
Modifikasi yang digunakan secara intensif di perang dunia ke I (1914-1918) yang memakan korban 20 juta jiwa manusia. Lebih jauh lagi, para ilmuwan Jerman berhasil menemukan gas Lewisite, yang ampuh untuk membunuh tentara Inggris di medan perang. Ditemukannya Lewisite, merupakan babak awak dari perkembangan senjata pemusnah massal (weapon of mass destruction).
Secara paradigmatik, Perang Dunia II (1939-1945) masih menggunakan sains-SAINS yang pernah digunakan pada Perang Dunia I. Namun ada sedikit perkembangan. Proyek Manhattan yang dipimpin oleh DR. Robert Oppenheimer, seorang ahli fisika eksentrik, telah berhasil menguji coba bom atom pertamanya. Presiden Truman setuju menggunakan bom atom itu terhadap Jepang, yang waktu itu belum menyerah seperti Jerman.
Akhirnya kota Hirosima dan Nagasaki dibom dengan total sekitar 500.000 orang meninggal. Hal tersebut sangat mengerikan. Penemuan bom atom merupakan puncak gunung dari perkembangan senjata pemusnah massal yang meliputi senjata biologi (bakteri/fungi/virus), Kimia (gas beracun), dan Fisika (nuklir). Senjata pemusnah massal pun masih terus digunakan dalam konflik besar dunia sampai detik ini, contohnya di perang Vietnam, Amerika menggunakan gas kimia tertentu untuk membabat hutan, sehingga tentara Vietkong tidak bisa bersembunyi.
Melihat kasus-kasus di atas, mudah sekali mengajak orang untuk menjadi anti sains dan teknologi. Mudah sekali mengajak orang untuk menjadi pesimis, karena perkembangan sains-teknologi malah menjadi langkah maju menuju kepunahan umat manusia di bumi ini.
Beberapa ilmuwan dari Amerika, seperti Albert Einsten dan Linus Pauling ada yang secara frontal beroposisi dengan Oppenheimer. Menurut mereka, seharusnya teknologi nuklir digunakan semata-mata untuk kepentingan damai, maka dengan itu penggunaan bom atom harus ditolak. Karena pandangannya yang anti penggunaan bom atom itu, justru Linus Pauling dituduh sebagai seorang komunis yang pro Uni Soviet oleh pemerintah Amerika Serikat dan paspornya dibekukan. Namun ini tidak menghalangi Pauling untuk mendapatkan nobel keduanya, yaitu nobel perdamaian karena idealismenya yang teguh dalam memperjuangkan perdamaian dunia.
Sering kali manusia memandang persoalan secara dualistik. Mereka sering sekali memisahkan antara yang sekular dan religius, antara jiwa dan badan, antara ilmu sosial dan ilmu alam, antara politik kiri dan kanan, dan antara subjek dan objek. Menurut pendapat Frijof Capra, semua ini karena manusia mengikuti filsafat Rene Descartes secara kaku dan dogmatis. Descartes menganggap bahwa seorang pengamat harus menjadi subjek otonom, yang terpisah secara tegas dari objek pengamatannya. Descartes dengan instrumen geometri analitisnya (bagian dari ilmu matematika), beranggapan bahwa semua fenomena alam dan kemanusiaan bisa dijelaskan dengan bahasa matematika. Filsafat Descartes apabila diterapkan secara dogmatik akan muncul berbagai kerancuan. Manusia mengklasifikasikan fenomena alam dan sosial berdasarkan sistem biner. Setelah itu, tanpa sadar, mereka pertentangkan dan ditabrakkan satu sama lain distingsi biner. Sering sekali wacana di masyarakat beredar untuk mempertentangkan antara sekular dan religius, sosial dan alam , China dan pribumi dan sebagaimya. Filosofi biner ini justru menimbulkan kebingungan dan konflik di masyarakat. Mungkin apabila filosofi ini diterapkan di Eropa, yang membangun filsafat atas dasar konflik dan individualisme (dialektika) hal tersebut tidak ada masalah. Tetapi di Asia (Indonesia) dimana semangat kolektivisme masih kuat, hal tersebut menjadi problematis karena mengharapkan agar masyarakat hidup dalam konflik terus menerus antara pendukung salah satu nilai biner itu. Hal ini hanya memecah belah masyarakat dan memarginalisasikan mereka.
Lebih Arif
Melihat keadaan distingsi biner ini seharusnya manusia lebih arif dalam menyikapi keadaan. Semua disitingsi biner antara dua hal yang bertentangan itu sebetulnya tidak lain adalah suatu manifestasi budaya, yang dengan kata lain adalah buatan manusia. Bila demikian, tentu saja terbuka akan kritik. Sudah bukan saatnya untuk menjadikan sains-teknologi menjadi semacam “dewa penyelamat” yang akan menolong manusia, atau justru menjadikan sains-tek menjadi “malaikat maut” yang akan membunuh manusia pula. Pandangan seperti ini memecah belah dan membuat masyarakat bingung. Mereka akan semakin bertanya-tanya apa gunanya sains-tek bagi kehidupan mereka karena tenggelam oleh pro kontra yang tidak ada habis-habisnya antara elit-elit teknokrat.
Sebaiknya para teknokrat, dari berbagai bidang disiplin ilmu apapun, entah itu kimia, hukum, fisika, psikologi, dan lainnya, bersatu dan berpartisipasi dalam perkembangan sains-tek. Seorang ahli kimia dari FMIPA menemukan senyawa kimia yang punya potensi menjadi obat, namun bila produk itu telah matang menjadi obat, yang mempromosikan ke masyarakat adalah para ahli komunikasi massa dari FISIPOL. Adalah suatu kebajikan yang amat paripurna bila para teknokrat dari berbagai disiplin ilmu (sosial dan alam), bersatu dalam suatu sinergi yang selaras, harmonis, holistik dan apik, untuk menyusun suatu konsep sains-tek yang memiliki potensi untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Penelitian ilmu alam secara murni dan idealis memang masih diperlukan, tetapi masyarakat punya hak bertanya karena adanya pajak yang mereka bayar.
Bila demikian, tentu saja masyarakat punya hak untuk menuntut kegunaan penelitian itu untuk mereka. Walaupun bukan dari pajak masyarakat sekalipun, seorang ilmuwan tetap memiliki tanggung jawab sosial kemasyarakatan untuk mengaplikasikan sains-tek untuk perdamaian dunia, seperti yang ditunjukkan Albert Einstein dan Linus Pauling. Untuk menjadikan masyarakat mendapatkan kegunaan sains-tek secara optimal, peranan ilmu humaniora sama pentingnya dengan ilmu alam itu sendiri.
Ilmu alam dan ilmu sosial berasal dari satu induk, yaitu Filsafat. Sebagai matter scientarum, filsafatlah yang melahirkan mereka dan menjadikan mereka berdua menjadi seperti sekarang ini. Filsafat selalu mencari kebenaran, sementara anak-anaknya, yaitu ilmu sosial dan alam, mewarisi tugas dari ibunya untuk juga mencari kebenaran. Bila ilmu sosial dan alam dipertentangkan, berarti sama saja mempertentangkan kebenaran. Mempertentangkan kebenaran berarti menegasikannya. Bila pencarian kebenaran tidak ada, peradaban manusia tidak memiliki alasan sama sekali untuk eksis. Para filosof jaman klasik, seperti Sokrates, Plato, dan Aristoteles, tidak pernah mempertentangkan ilmu alam dan sosial. Menurut mereka, ilmu harus diteropong dalam satu kesatuan organis, harmonis dan holistik, yaitu dalam rangka tercapainya kebahagiaan manusia.
C. Perkembangan dan Dampak Penggunaan Sains Bagi Kehidupan
Kemajuan sains dan sains membawa kejayaan dan kebahagiaan umat manusia. Kenikmatan dan kemudahan hidup serta berbagai hiburan dapat dinikmati sebagai hasil sains dan teknologi. Kekurangan tanah pertanian telah dapat diatasi dengan mengubah gurun-gurun pasir serta daerah tertutup salju menjadi areal pertanian yang subur. Jarak perjalanan, yang dulu mesti ditempuh berbulan-bulan, saat ini bisa ditempuh dalam beberapa jam saja, bahkan tak lama lagi bisa sekian detik saja. Ilmu kedokteran pun kian mengagumkan. Ginjal, paru-paru, jantung dan alat tubuh penting lainnya telah dibuat dan diperdagangkan sebagaimana layaknya onderdil-onderdil mesin. Orang tua yang dulu dianggap bakal tak punya anak, kini pun bisa terwujud. Dengan teknik-teknik yang canggih dan seleksi gen, bersamaan dengan diagnosa janin dan perawatan yang cermat terbuka harapan yang memungkinkan “mengendalikan kualitas” keturunan umat manusia.
Sekarang telah banyak juga digunakan teknik inseminasi buatan (artificial insemination/AI) dengan air mani donor (orang lain), jika sang suami mandul, atau berpenyakit turunan parah seperti Hutington. Seorang suami, kini dapat menyimpan air maninya dalam cryobank (bank tabungan air mani) sebelum dirinya disterilkan, atau memungkinkan sang istri punya anak dari suami yang sudah mati. Dengan sistem “kloning” inti sebuah telur “dibuahi” dengan inti sel somatik (badan) lalu dicangkokkan kembali ke rahim sehingga berkembang seperti biasa ada kemungkinan nantinya seseorang bisa melahirkan anak monyet. Ada lagi cara fusi telur (penggabungan telur), yang akan melenyapkan perlunya sperma pria dan akan selalu menghasilkan/melahirkan bayi wanita. Bahkan, kedua telur itu, dapat diperoleh dari satu wanita yang sama.
Perkembangan sains yang demikian mengagumkan itu memang telah membawa manfaat yang luar biasa bagi kemajuan peradaban umat manusia. Jenis-jenis pekerjaan yang sebelumnya menuntut kemampuan fisik yang cukup besar, sekarang sudah bisa digantikan oleh perangkat mesin-mesin otomatis. Demikian juga ditemukannya formulasi-formulasi baru kapasitas komputer, seolah sudah mampu menggeser posisi kemampuan otak manusia dalam berbagai bidang ilmu dan aktifitas manusia. Kemajuan sains yang telah dicapai sekarang benar-benar telah diakui dan dirasakan memberikan banyak kemudahan dan kenyamanan bagi kehidupan umat manusia.
Belum lagi metode memperlambat ketuaan, darmawisata ke ruang angkasa atau ke tepi alam semesta ini. Begitu juga perkembangan komputer dan teknolog komunikasi yang kian canggih dan sempurna yang akan dapat memberi solusi di berbagai bidang kehidupan. Robot pun kian banyak mengambil alih tugas manusia. Teaching machine, yang jauh lebih efisien, telah menggantikan fungsi guru. Untuk menambal kekurangan tidur digunakan pula sleep machine. Pendeknya manusia akan dapat hidup enak dan sepuas mungkin. Semua berkat sains dan teknologi.
Akibatnya timbul anggapan pada sebagian kalangan, diantaranya sains adalah segala-galanya. Sains dapat membuat surga di dunia ini. Peradaban seperti ini oleh Prof. Jaques Barzun dalam bukunya Science, The Glorious Entertaintment disebut sebagai Scientific Culture -peradaban sains- manusia lebih percaya pada sains dan teknologi. Manusia dipimpin semata-mata oleh ratio, akal sehat dan inteleknya saja.
Kendatipun demikian masih ada ahli pikir yang cemas melihat perkembangan masyarakat dan cara pikir seperti itu, terlalu tunduk pada otoritas sains belaka. Keagamaan, ketuhanan, susila dan nilai-nilai etis lainnya ditanggalkan. Secara kualitatif hidup bergelimangan alam benda yang berlimpah-limpah dan tunduk hanya pada kekuasaan intelek saja pada hakekatnya miskin, semu belaka. Sebab yang menjadi daya dorong adalah keuntungan atau laba. Inilah yang jadi ciri khas utama masyarakat peradaban sains itu.
Saingan yang tajam dalam kehidupan manusia, kurangnya rasa kegotongroyongan, tak pernah puas dengan segala yang ada, padahal hidup serba ada, menyebabkan timbulnya kebingungan, kegelisahan batin dan kerisauan hati dalam masyarakat. Manusia hidup dicekam stress dan ketegangan terus menerus. Lalu terjadilah peningkatan penjualan obat tidur, obat bius dan penenang saraf. Hal semacam itu takkan terjadi jika manusia yang hidup dalam peradaban sains itu memperoleh kebahagiaan dan ketenangan batin.
Kekhawatiran ini tercermin dari pendapat banyak ahli pikir Barat sendiri. Hampir semua filosof besar mengatakan, “Kelam telah menyelimuti dunia barat dan satelitnya”. Oswald Spengler, Nikolai Danilevski, Arnold J. Toynbee, P. A. Sorokin, Walter Schubart, N. Berdyev, dan lainnya melukiskan zaman sekarang ini sebagai suatu masa transisi teramat besar dari peradaban lama menuju peradaban baru. Sistem peradaban lama, secara berangsur-angsur tapi pasti mulai melemah dan akhirnya padam sama sekali, lenyap dari permukaan bumi.
Dewasa ini kemajuan perubahan terjadi begitu cepat seiring dengan perkembangan jaman, sehingga diikuti oleh perubahan ekologi yang sangat cepat pula. Perkembangan teknologi ini tentu saja tidak lepas dari adanya perkembangan dalam bidang sains yang juga berlangsung dengan pesatnya terutama sejak abad ke-19 hingga sekarang.
Perkembangan sains tidak berlangsung dalam waktu yang pendek, tetapi pada hakekatnya telah sejak ratusan ribu tahun yang lalu, yang disebut Zaman Batu, ketika orang atau manusia purba mulai menggunakan batu sebagai alat untuk mempermudah pekerjaan mereka. Lalu kemudian disusul dengan zaman berikutnya dimana manusia telah mengenal Logam dan menggunakannya untuk berbagai keperluan. Dengan demikian perkembangan sains jelas membawa dampak bagi perkembangan peradaban manusia.
Perkembangan sains pada dasarnya bertujuan untuk makin mempermudah segala kegiatan yang dilakukan oleh manusia. Hubungan antar manusia yang berjauhan letaknya dapat dipermudah dengan adanya telepon/handphone atau juga e-mail. Dengan adanya alat peralatan komunikasi yang makin canggihmaka beberapa kelompok masyarakat dari berbagai Negara dapat berinteraksi dengan mudah dan hal ini membawa dampak satu terhadap yang lain.
Sebagai contoh pengaruh perkembangan sains terhadap kehidupan ialah adanya penemuan mesin uap oleh James E.Watt (1736-1819) seorang insinyur Skotlandia. Perkembangan tenologi terhadap mein uap tersebut ternyata membawa dampak pada industri, yaitu lahirnya industrialisasi dengan menggunakan mesin serta “ Revolusi Industri “ di bidang pertekstilan.
Dewasa ini hampir setiap segi kehidupan terkait dengan teknologi sejak bangun dari tidur, melihat jam dinding untuk mengetahui waktu, pakaian, alat transportasi, peralatan kantor untuk melakukan pekerjaan merupakan hasil SAINS. Kesiapan yang harus dimiliki oleh pengguna suatu produk sains ialah kesiapan pengetahuan tentang produk tersebut dan kesiapan mental untuk tidak menggunakan produk sains untuk tujuan yang dampaknya merugikan manusia.
Sains sudah menjadi nadi kehidupan yang terus berjalan, mengalir dan berkembang sedemikian cepat sehingga seluruh sendi kehidupan manusia modern telah tergantung kepadanya. Dengan sains manusia semakin mudah dan cepat dalam memenuhi kebutuhannya. Namun di sisi lain sains yang minim landasan nilai telah melahirkan banyak krisis. Berbagai krisis seperti krisis ekonomi, krisis kemanusiaan, krisis moral, krisis ketakwaaan, krisis lingkungan dan berbagai krisis lainnya semakin akrab dalam kehidupan manusia.
BAB II
PENUTUP
A. Simpulan
1. Sains berarti ilmu yang mempelajari tentang “techne” manusia.
2. Dalam memahami sains di Indonesia memerlukan beberapa pendekatan.
3. Sains merupakan cara kerja yang sistematis dan komprehensif dengan menggunakan metode ilmiah.
4. Sains dan teknologi bersifat komplementer yang saling melengkapi sebagai bejana berhubungan.
5. Syarat aplikasi sains yang layak sebagai teknologi adalah harus rasional dan efisien
6. Perkembangan sains dan teknologi saat ini harus berbanding lurus dengan kualitas Sumber Daya Manusia.
7. SAINS banyak memberikan dampak positif bagi manusia, tetapi juga mempunyai dampak negatif.
B.Saran
1. Sebaiknya penggunaan sains dilaksanakan secara tepat guna dan efisien.
2. Pemanfaatan sains yang tepat guna akan sangat membantu manusia.
3. Pemanfaatan sains sebaiknya diikuti dengan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia.
DAFTAR PUSTAKA
• Ali, Abdullah dkk. 2006. Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
• Gregory, Andrew. 2002. EUREKA! The Birth of Science (terjemahan). Yogyakarta: Jendela Press..
• Poedjsainsi, Anna. 2005. Sains SAINS Masyarakat. Bandung: Rosda Karya.
• Rakhmat, Jalaludin. 2000. Rekayasa Sosial: Reformasi, Revolusi, atau Manusia Besar?. Bandung: Rosdakarya.
• Drs. Rakim’s weblog at wordpress
• http://www.pmij.org/index.php/content/view/22/74/
• http://massofa.wordpress.com/2008/01/20/SAINS-dan-kehidupan-manusia
• http://www.acehforum.or.id/metode-berpikir-t929.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar